Tigapuluh lima tahun silam, saya mendengar sendiri keluarga bibi saya mengungkapkan terima kasih yang mendalam ke para staf medis di Rumah Sakit Hadassah Ein Karem yang terletak di kawasan Yahudi di Yerusalem Barat. Mereka menyelamatkan nyawa anak bibi saya, Asad, setelah dioperasi jantung terbuka oleh para ahli bedah Israel.
Saya menyaksikan rasa kemanusiaan dan profesionalisme yang sama tujuh tahun kemudian, ketika sepupu saya, Bassem, dioperasi jantung terbuka di rumah sakit yang sama. Stafnya – para dokter dan perawat – ramah-ramah. Seorang dokter Yahudi dan seorang perawat berbicara kepada saya tentang kondisi Bassem dengan penuh empati dan dukungan, sembari meminta pertolongan Tuhan.
Kendati konflik Arab-Israel senantiasa menggelayuti pikiran kami, saya mengapresiasi pendekatan kemanusiaan yang luar biasa dari rumah sakit ini.
Sebagai balasannya, saya pun mendoakan pasien-pasien Yahudi agar lekas sembuh. Saya menyaksikan keluarga-keluarga pasien Palestina dan juga Yahudi, berbagi harapan agar orang-orang yang mereka cintai bisa disembuhkan. Meskipun terkadang terkendala oleh bahasa, kami berbagi rasa empati yang bisa dengan mudah dirasakan. Kami tidak peduli apakah seorang pasien itu orang Arab atau Israel, mereka semua manusia yang patut mendapat perawatan yang mereka butuhkan.
Ini baru salah satu dari sedikit pengalaman bertemu dengan orang-orang Yahudi Israel. Sebelumnya saya pernah bertemu dengan beberapa prajurit yang menangkap sepupu saya. Lain kali saya bekerja dengan seorang pedagang Yahudi keturunan Irak yang membeli anggur kami dan menjualnya di sebuah kedai di pasar buah Mahane Yehuda di Yerusalem. Ia bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan lancar.
Tetapi, saya tidak pernah membayangkan suatu hari akan bertemu dengan orang-orang Yahudi Israel di rumah sakit, saat mereka dengan hati-hati merawat sepupu saya, yang saudaranya mendekam di penjara Israel selama empat tahun. Pengalaman-pengalaman ini menumbuhkan benih kesadaran saya bahwa ada saluran-saluran untuk rekonsiliasi dan kerjasama antara Palestina dan Israel.
Selain lewat beberapa kunjungan ke rumah sakit di Israel, saya juga pernah mendengar cerita-cerita lain dari orang-orang Palestina tentang perawatan penuh kasih terhadap orang-orang Arab di rumah sakit-rumah sakit Israel yang berkisar seputar kesetaraan dan profesionalisme yang diterapkan.
Cerita-cerita sepupu saya tentang pasien-pasien Israel yang ia temui ketika menjenguk saudaranya pada 1990-an di Rumah Sakit Hadassah Ein Karem, misalnya, menunjukkan adanya rasa solidaritas di antara pasien-pasien Israel dan Palestina serta keluarga mereka.
Mungkin sulit untuk membaca isi hati orang-orang Israel, namun seiring dengan setiap kunjungan untuk menjenguk sepupu saya, tumbuh rasa respek di antara pasien dan staf di rumah sakit. Orang-orang Israel pada umumnya mengenal orang Arab karena mereka berjumpa di Israel, di mana terdapat banyak warga Arab Israel. Namun di rumah sakit ini, potensi persahabatan, kerjasama dan interaksi dengan orang-orang Palestina dari Tepi Barat terasa lebih besar.
Tiga tahun lalu, saya bertemu dengan seorang perempuan Israel di sebuah pantai di Haifa yang memiliki putra yang mengidap sindrom Down. Pada awalnya, saya mendekati mereka dan bermain dengan si anak. Ia merespon dengan riang dan sang ibu pun senang. Kami berbincang tentang kelahirannya, betapa sulit membesarkannya dan bahwa ia dibantu oleh seseorang. Kami membicarakan tentang keprihatinan dan kepentingan bersama kami. Perhatian terbesarnya tertuju pada anaknya dan ketertarikan saya terhadap putranya telah menutup jarak di antara kami. Hal-hal seperti inilah yang bisa menyatukan kita.
Dalam setiap operasi bedah penting yang dilakukan di rumah sakit Israel, terdapat peluang bagi belas kasih dan hubungan antarmanusia. Saya berharap peluang-peluang yang didapatkan dalam “kedokteran perdamaian” ini bisa juga ditemukan di luar rumah sakit. Interaksi-interaksi semacam ini bisa menjadi kunci untuk memecahkan konflik ini dan semua penyebab kebencian dan konflik.
### ###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar