Minggu, 27 September 2015

Legenda dan Ritual Suku Tengger Gunung Bromo


Indonesia adalah Negara kepulauan yang kaya akan budaya dan keindahan panorama alamnya. Jajaran pulau, deretan pantai, rimbunya hutan dengan gunung – gunung yang menjulang tinggi menjadikan Indonesia sebagai Negara destinasi wisata pilihan di Asia Tenggara. Kali ini saya akan mengajak anda mengenal Suku Tengger dan keindahan alam Gunung Bromo yang terletak dikawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Suku Tengger adalah suku pegunungan yang berada dilereng Gunung Bromo dan Semeru Pegunungan ini berada diwilayah Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang Jawa Timur. Keberadaan suku Tengger sering dikaitkan dengan Kerajaan Majapahit yang pernah berkuasa pada priode tahun 1293 Masehi hingga abad ke 6
bromo 2Legenda Suku Tengger. Tengger berasal dari nama dua orang suami istri yang menetap disuatu tempat antara gunung Bromo dan Semeru. Rara Anteng adalah anak seorang bangsawan yang cantik, (Nyai Dadap Putih) dan Joko Seger adalah anak yang dilahirkan oleh ayah Pendeta. Wajahya ganteng dan badanya sehat (seger). Keduanya kemudian menikah dan membuka kampung baru. Kampung itu diberi nama “Tengger” yang di ambil dari awalan Rara Anteng untuk awalan “Teng”, dan “Ger” dari Joko Seger.
Masa perkawinanya beranjak dewasa tetapi keduanya belum dikaruniai anak, dengan berharap mereka akhirnya bersemedi dan memohon kepada Dewa agar dikaruniai keturunan, setelah bersemedi mereka mendapatkan wangsit dari Dewata, mereka akan dikarunia anak tetapi dengan satu syarat. kelak jika anak bungsu sudah dewasa, Joko Seger dan Rara Anteng harus merelakan anak bungsunya untuk dikorbankan kepada Bharata Dharma dikawah Gunung Bromo.
Singkat cerita akhirnya pasangan Joko Seger dan Rara Anteng dikaruniai anak yang banyak, yang berjumlah 25. Dari ke 25 anak itu, anak bungsu yang bernama Dewa Kusuma dikorbankan kepada Bharata Dharma dikawah Gunung Bromo sebagai tanda pengabdian dan untuk memenuhi janjinya. Sebelum dikorbankan Dewa Kusuma berpesan agar setiap tahun pada tanggal dan bulan dirinya dikorbankan, saudara dan anak cucu mereka diharapkan mengirimkan korban dan sesaji. Pesan itu dilaksanakan turun menurun hingga hari ini, ini lah asal muasal peringatan hari Kasodo yang kita kenal
bromo 3Masyarakat Tengger beranggapan 25 anak Rara Anteng dan Joko Seger itu merupakan nenek moyang mereka, nama 25 orang itu masih hidup dalam pikiran dan hati masyarakat Tengger dan dikaitkan dengan tempat – tempat keramat dimana mereka menyampaikan sesaji dan penyembahan kepada roh-roh yang diyakini bisa memberikan keselamatan hidup. Nama ke25 tempat keramat itu adalah :
  1. Tumenggung Kliwang. Dihubungkan dengan (Gunung Renggit)
  2. Sinta Wiji, dihubungkan dengan (Gunung Mindangan)
  3. Ki Rawit Klinting. Dihubungkan dengan (Lemah Kuning)
  4. Ki Rawit dihubungkan dengan (Sumber Air Semantik)
  5. Jiting Jenah dihubungkan dengan (Gunung Jinahan)
  6. Penganten Ical dihubungkan dengan (Gunung Pranten)
  7. Prabu Sewah dihubungkan dengan (Gunung Lingga)
  8. Cokro Pranoto dihubungkan dengan (Gunung Gandera)
  9. Tumenggung Klinter dihubungkan dengan (Gunung Pananjakan)
  10. Tunggul Wulung dihubungkan dengan (Cemoro Lawang)
  11. Raden Bagus Waris dihubungkan dengan (Gunung Batu Walang)
  12. Kaki Dukun dihubungkan dengan (Gunung. Watu Wangkuk)
  13. Ki Pranoto dihubugkang dengan (Gunun Poten)
  14. Kaki Perniti dihubungkan dengan (Gunung Bajangan)
  15. Tunggul Ametung dihubungkan dengan (Gunung Batok)
  16. Raden Masigit dihubungkan dengan (Gunung Masigit)
  17. Puspo Ki gentong dihubungkan dengan (Gunung Widodaren)
  18. Kaki Teku / Ni Teku dihubungkan sama dengan Ki Pranoto (Gunung Poten)
  19. Ki Dadung Awuk dihubungkan dengan (Gunung Wonongkaro)
  20. Ki Kedamiling dihubungkan dengan (Gunung Pusung Lingkir)
  21. Ki Sindri Jaya dihubungkan dengan ( Gunung Kedung Babat)
  22. Raden Sapu Jagat dihubungkang dengan (Gunung Pudak Lembu)
  23. Ki Jenggot dihubungkan dengan (Gunung Rujak)
  24. Demang Diningrat dihubungkan dengan (Gunung Semeru)
  25. Dewa Kusuma dihubungkan dengan (Gunung Bromo)bromo 5
Jika merujuk tulisan H.E. Josper dalam buku Tengger on Tenggereezen 1927 ada perbedaan panggilan. (ki = adalah sunan). missal ki dadung awuk = sunan dadung awuk
Sementara itu ada pendapat yang berbeda tentang asal muasal nama Tengger. Nama Tengger ini berasal dari suami istri yang menetap di lereng Gunung Bromo bernama “Kaki Umah” dan “Nini Umah” Keduanya adalah keturunan dari kerajaan Majapahit. Pendapat ini didasari penemuan batu petilasan disalah satu desa yang merupakan tenger (tanda) dari kata tenger inilah penduduk atau masyarakt itu dinamakan Tengger.
pananjakan bromo 6Jika anda browsing di internet akan ada banyak tulisan yang mengaikatnya (asal muasal suku Tengger) dengan Kerajaan besar Majapahit. Dalam tulisan itu ada yang menyebutkan jika Rara Anteng yang menjadi legenda suku Tengger adalah putri dari Raja Brawijaya, Raja Majapahit dan ada juga yang menyebutkan jika Suku Tengger adalah suku yang dibagun oleh prajurit-prajurit kerajaan Majapahit yang saat itu terdesak oleh Kerajaan Islam Demak yang kemudian mendirikan perkampungan baru dilereng Gunung Bromo dan Semeru.
Dari legenda yang sudah ada, saya mencoba menghimpun sebuah kesimpulan baru bahwa, suku Tengger adalah bagian dari suku Jawa Kuno yang menempati wilayah pegunungan Tengger yang sudah ada sejak abad ke 7 Masehi pada periode kerajaan Kanuruhan (Kanjurahan) yang dipimpin oleh Raja Gajayana (Malang) yang kemudian terus berkembang dipriode kerajaan berikutnya (Kerajaan Kediri) dan mencapai perkembanganya di era Kerajaan Majapahit. Kesimpulan saya ini hanya pandangan pribadi. Oleh sebab itu masih dibutuhkan study literature yang lebih luas dan mendalam.
Masyarakat Jawa pada jaman kerajaan Hindu-Budha sangat percaya akan kekuatan yang bersifat adikodrati. Mereka mempercayai kekuatan seorang raja yang dapat memberikan berkah dan keselamatan. Semakin sakti seorang raja (pemimpin) semakin luas daerah kekuasaanya, semakin aman wilayahnya, semakin subur lahan pertanianya dan semakin jauh dari musibah dan bencana. Karna itulah pada umumnya masyarakat Jawa bermukim tersentral dan tidak jauh dari pusat Kerajaan (Keraton) dengan harapan bisa mendapatkan efek kekuatan sang raja berupa berkah dan keselamatan. Keyakinan terhadap raja seperti ini masih bisa dilihat di Keraton Yogyakarta. Kerajaan Kanjuruhan adalah kerajaan pertama di-Wilayah Malang sebelum kerajaan Singosari. Kerajaan ini tidak jauh dengan Pegunungan Tengger (suku tengger). Kondisi ini membuka kemungkinan tentang hubungan kepercayaan (berkah dann keselamatan) pemukiman suku Tengger dengan kerajaan yang berkuasa saat itu, Kanjuruhan.
Pada kisaran abad ke 7 hanya orang-orang suci, (pandita) yang tinggal dikawasan lereng gunung Tengger. Pandita ini menghabiskan waktu untuk bersemedi di Gunung Bromo atau Gunung Brahma dalam kosmologi Hindu-Budha. Kemudian petapa ini melahirkan seorang anak tampan yang diberi nama Joko Seger (lihat halaman 1). Riwayat suku Tengger (Joko seger dan Rara Anteng) ini selalu dibacakan saat prosesi Upacara Adat Kasodo hingga saat ini.
bromo 7Suku Tengger terus berkembang di masa Kerajaan Kediri yang berkuasa sejak abad ke 10 hingga tahun 1222 Masehi. Banyak orang suci yang berdatangan untuk bersemedi dan beribadah dipegunungan Tengger dan kemudian menetap disana. Penemuan Arkeologi berupa prasasti Tengger yang berangka tahun 851 Saka (929 Masehi) bisa menjadi bukti keberadaan kehidupan orang suci (pandita) dipegunungan Tengger (sebelum Majapahit) sekaligus menjadi bukti kemajuan peradaban dan budaya Tengger dalam hal ukiran (pahatan) batu dan tulisan (prasasti).
Isi prasasti Tengger menyebutkan bahwa sebuah Desa bernama Walandit, terletak di pegunungan Tengger, adalah tempat suci karena dihuni oleh hulun. Isi prasasti diatas diperkuat oleh prasasti berikutya yang ditemukan didaerah Penanjakan (desa Wonokitri) berangkakan tahun 1327 Saka (1405 Masehi. Era Majapahit). Prasasti ini menyatakan bahwa desa Walandit dihuni oleh hulun Hyang (abdi Tuhan) dan tanah di sekitarnya itu disebut hila-hila (suci). (Hefner, Robert. 1985. Masyarakat Tengger Dalam Sejarah Nasional Indonesia. Boston: University Boston).
Pada masa runtuhnya Kerajaan Majapahit yang kemudian digantikan oleh Kerajaan Islam pertama (Demak) tahun 1527 Masehi. Banyak simpatisan Majapahit yang berkumpul didaerah-daerah menghimpun kekuatan dan melakukan perlawanan. Pada tahun 1545 terjadi pertempuran sengit didaerah Malang antara simpatisan Majapahit dengan Pasukan Islam (Demak). (Pigeaud, 1985, Kerajan-kerajaan Islam di Jawa, Grafitipers) Sejarah ini membuka kemungkinan jika simpatisan Majapahit itu keteteran saat melawan pasukan kerajaan Islam Demak dan akhirya berbondong-bondong berlindung dipegunungan Tengger karna letak Malang dengan Pegunungan Tengger tidak terlalu jauh. Mereka kemudian hidup dan menetap disana. Sebagian simpatisan Majapahit lainya berpindah tempat ke Blambangan (Banyuwangi) yang merupakan Kerajaan Hindu terakhir di pulau Jawa sebelum ditaklukan oleh kerajaan Mataram Islam dan sebagian lainya menyebrang ke pulau Bali.
Suku Tengger dengan Majapahit memiliki hubungan yang erat, jauh sebelum terjadinya perpindahan besar-besaran simpatisan Majapahit ke pegunungan Tengger pada kisaran tahun 1527 – 1550 Masehi. Ini bisa dibuktikan dari peninggalan Kerajaan Majapahit berupa “prasen” tempat air suci yang terbuat dari kuningan bergambar patung dari Dewa dan zodiak agama Hindu. Sebagian besar “prasen” yang digunakan di Tengger berangka tahun Saka antara 1243 dan 1352 (Masa Majapahit). Peninggalan tempat air dari kuningan berukiran ini membuktikan dua hal. Pertama hubungan suku Tengger dengan Majapahit, kedua puncak kemajuan kebudayaan suku Tengger dari segi peninggalan.
Prasen ini masih digunakan hingga saat ini oleh para pandita (dukun) Suku Tengger. Kedekatan Suku Tengger dengan Majapahit diperkuat naskah yang berasal dari Keraton Yogyakarta yang berangka tahun 1814 M (Nancy), konon daerah Tengger termasuk wilayah yang dihadiahkan kepada Gajah Mada karena jasa-jasanya kepada keraton Majapahit.
Semakin banyak cerita tentang legenda Suku Tengger semakin memberikan banyak pegetahuan kepada kita. Dari beberapa legenda suku Tengger yang ada, anda bebas memilih cerita legenda mana yang ingin anda percayai. Legenda tetaplah legenda, akan selalu menjadi bingkai cerita suatu tempat, daerah atau suku secara turun menurun yang memberikan warna budaya di Indonesia
bromo 8Kehidupan masyarakat Tengger dikenal masyarakat yang teratur, dan serasi . jarang terjadi perselisihan, permusuhan antar sesama. ini dikarenakan masyarakat Tengger memiliki tujuh pedoman kehidupan yang dipegang teguh. Tujuh pedoman ini biasanya di bacakan pada hari raya Kasodo. Ketujuh pedoman itu antara lain :
  1. Hong pukulan maniro sak sampune dumerek ing sasi kasodo maningo ing tamah (Yang Maha Kuasa pelindung seluruh mahluk mengetahui amal perbuatan manusia, memberikan berkahnya pada bulan kasodo)
  2. Milango ing sarining potro kanggo milar panjenengan ing manah (hendaknya mansuia berbuat amal kebajikan, merubah perbuatan buruk menjadi baik, memperhatikan gerak hati yang bersih)
  3. Kang adoh pinerekaken , kang parek tinariko nang aron-aron (orang yang jauh dari kebaikan supaya diingatkan untuk berbuat baik dan diajak mendekatkan kepada Tuhan)
  4. Angrasuko ajang kang pinuju ing sang hyang sukmo (kerjakanlah perbuatan yang baik supaya selamat jiwa dan raga dan mendapatkan ridho Tuhan)
  5. Jiwo raga sinusupan babahan werno songo (hendaklah jiwa raga terjaga segala sesuatu yg memasuki lobang 9 pada manusia).
  6. Ngelingono jiwo premono hanimboho banyu karabayuan (hendaklah manusia mempunyai hati yang bersih dan berbuat kasih sayang terhadap semua mahluk)
  7. Deniru neediyo nyondro nitis spisan kerto rahayu palinggihane titi yang lurah, lurah kyabi dukun sagunge anak putu andoyo puluh. (bila petunjuk2 tesebut dilaksanakan dengan sabaik-baiknya dengan jiwa mantap oleh seluruh lapisan masyarakat, maka manusia setelah mati akan mendapatkan ketentraman dan kebahagian jiwa yang disebut sebagai mati sempurna)
Selain ketujuh pedoman hidup, suku Tengger mempunyai tujuh tuntunan kasih sayang atau yang dikenal dengan “Tuntunan Welas Asih Pepitu”. Isi ketujuh tuntunan kasih sayang itu adalah :
  1. Tansah welas asih dumanteng jiwo raga pribadi . (setiap orang selalu ingat menjaga dirinya memilhara panca inderanya dari perbuatan yang tercela)
  2. Tansah welas asih dating hyang maha agung. (supaya setiap orang selalu berbakti dan mengagunkan Tuhan Yang Maha Kuasa)
  3. Tansah welas asih dumateng ibu pertiwi. (setiap orang harus menjaga dan berbakti kepada bumi tumpah darahnya)
  4. Tansah welas asih dumateng bapo biyung (setiap orang harus berbakti kepada orang tuanya)
  5. Tansah welas asih dating sesamining janmo manuso ing saklumahing bumi sak kurebing langit. (supaya setiap orang harus slalu kasih sayang terhadap sesama manusia dipermukaan bumi ini)
  6. Tansah welas asih dumateng seto kewan (setiap orang harus slalu sayang terhadap mahluk bintang)
  7. Tansah welas asih dating tuwuh tandur powijo karang kirno kanan kiri, (setiap orang harus selalu memelihara dengan baik semua tanaman, pohon-pohonan dan sebagainya)
bromo 9Nilai – nilai positif pedoman suku Tengger ini bisa kita adopsi kedalam kehidupan kita sehari – hari agar tercipta hubungan kehidupan social yang harmonis antar sesama.
Pandita atau Dukun Tengger memiliki peran yang penting bagi masyarakat Tengger karena seluruh upacara keagaamaan adat dan pencarian waktu baik atau hari baik tidak dapat dilepaskan oleh peranan dukun. Siapun bisa menjadi dukun asal orang tersebut lulus ujian menjadi dukun yang diadakan tiap tahun saat perayaan Kasodo.
bromo 10Untuk melakukan tugasnya sebagai dukun, dukun dibantu oleh pembantunya yang terdiri dari:”wong sepuh”, jabatan wong sepuh ditetapkan oleh petinggi berdasarkan kecakapanya dalam melaksanakan tugas,. Wong sepuh inilah yang membantu menyediakan persyaratan sajian dan menjadi saksi
“Dandan”. yakni seorang wanita pembantu dukun yang bertugas memeriksa syarat sesaji dan selamatan yang akan dilaksanakan “Legen” adalah. Pembantu dukun yang merupakan pesuruh untuk mempersiapkan alat-alat upacara dan pembakaran dupa.
Dalam masyarakat Tengger terdapat beberapa upacara adat yang dilakukan secara besar, rutin dan bersama-sama, misalnya upacara tahunan Kasodo dan Karo Selain itu ada juga upacara adat yang bersifat individu. Missalnya, Upacara tujuh bulanan (sayut), Upacara indung anak, Upacara Tugel Gombak (laki-laki) dan Tugel Kuncung (perempuan), Upacara Wala gara atau Temu Manten dll. Acara adat besar yang akan saya tulis adalah upacara Karo dan Kasodo.
bromo 11Upacara Karo adalah hari raya adat suku Tengger yang dirayakan bersama-sama secara besara-besaran pada pertengahan bulan karo setiap tahun. Upacara ini dilaksanakan selama tujuh hari, selama itu mereka saling kunjung mengunjungi untuk memperat tali silaturahim (persaudaraan) yang istilahya disebut sambung batin
Asal muasal diadakanya perayaan Karo menurut cerita masyarakat Tengger adalah untuk memperingati meningalnya dua orang abdi yang setia dalam melaksanakan tugasnya. Yaitu seorang bernama “Setio” abdi dari Aji Saka dan seorang lagi bernama “Satuhu” abdi dari Kanjeng Nabi Muhamad. Siapa Aji Saka? bisa baca tulisan dalam bentuk legenda (C.C.Berg, penulisan sejarah jawa, bahtwera, Jakarta 1972)
Pada suatu hari Aji Saka berkungjung ke rumah Nabi Muhammad, teteapi pada saat ingin pulang keris pusaka yang dibawanya tertinggal. Oleh karena itu diperintahkanlah orang kepercayaanya yaitu Setio untuk mengambilnya dikediaman Nabi Muhammad.
Sebaliknya ketika Nabi Muhammad mengetahui keris pusaka milik Aji Saka tertinggal Beliau langsung mengutus seorang kepercayaanya Satuhu untuk mengembalikan keris puusaka itu kepada Aji Saka sendiri. Dan berpesan jangan memberikan keris itu kepada siapapun kecuali kepada pemiliknya Aji Saka.
Ditengah jalan kedua orang kepercayaan itu bertemu. Setelah saling tegur sapa keduanya menyampaikan maksut dari keperginaya. Setio menceritakan jika diutus oleh Aji Saka untuk mengambil keris pusaka yang tertinggal, begitu juga sebaliknya Satahu menyampaikan alasan kepergianya untuk menyerahkan keris pusaka Aji Saka yang tertinggal langsung kepada Aji Saka.
Akhirnya terjadi perselisihan antara Setio dan Satahu. Setio yang melihat keris pusaka kepunyaan Aji Saka berusaha merebut keris itu untuk dibawa pulang sesuai perintah Aji Saka. Dan sebaliknya, Satahu bersi keras untuk mempertahankan, memegang amanat dari Nabi Muhammad, bahwa keris pusaka itu harus diantar langsung kepada pemiliknya Aji Saka.
Keduanya terlibat perkelahian dan saling menunjukan kesaktianya. Tetapi diantara keduanya tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Keris pusaka yang diperebutkan itu dipakainya untuk saling menusuk, dan kedua utusanya itu pun akhirnya meninggal. Sang Aji Saka dan Nabi Muhammad lama menunggu kedatangan dua utusanya. Karena tidak kunjung datang masing-masing mencarinya.
Ditengah perjalanan masing-masing menemukan kedua orang utusanya tergeletak meninggal, mayat Setio tergeletak membuju kearah selatan dan mayat Satuhu membujur kea rah utara. Karena itu jika orang Tengger meninggal mayatnya dikubur membujur kearah utara. Meningalnya kedua orang utusan itu diadakan upacara salamatan dari asal mula selamatan inilah adanya upacara Karo.
Pelaksaana Karo diadakan dirumah petinggi bersama-sama dan rumah warga desa. Perayaan dirumah petinggi diadakan terlebih dahulu dan baiaya dipukul bersama seluruh warga desa. Untuk merakamaikanya seringkali diadakan hiburan , pertunjukan seperti ludruk.
Tujuan upacara Karo ialah memohon selamat untuk penghormatan kepada bapak dan ibu. Karena dengan perantara keduanyalah Tuhan telah menyebarkan bibit manusia, acara ini dipimpin oleh dukunbromo 12Hari Raya Kasodo adalah hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger setiap tahun pada bulan (saddo) sepuluh pada pertengahan bulan. Upacara Kasodo ini sangat dinanti oleh masyarakat Tengger. Mereka percaya jika meraka tidak turut merayakan kehidupanya tidak akan tentram. Sebailknya jika mengikuti upacara Kasodo dan merayakanya kehidupan meraka akan selamat dan dimurahkan rejekinya dan diberi kesehatan. Karma itu jauh sebelum perayaan Kasodo masyarakat tengger telah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukanya
Pusat kegiatan berada di lautan pasir gunung Bromo, di Pura Poten. Dan Desa Ngadisari sebagai pusat keramaian sebelum acara di lautan pasir. Dukun desa Ngadisari menjadi pimpinan upacara sekaligus menjadi kepala dukun diseluruh masyarakat Tengger.
Upacara ini diadakan malam hari. Sore hari sebelumnya acara diadakan dibalai desa Ngadisari (resepsi) didesa ini diadakan hibura sebagai prosesi upacara, sebelum melakukan upacara puncak di pura lautan pasir Gunung Bromo, Ratusan orang datang untuk upacara dan berwisata (Wisata Budaya)
Umumnyua sebelum puncak acara Kasodo masyarakat terlebih dahulu mengadakan sesajian ditempat yang bernama watu baling, watu mungkuk dan watu dukun. Diwatu baling orang mengambil batu sebesar gengaman dan berkeliling sebanyak tiga kali. Arah putaranya searah jarum jam. Setelah berputar tiga kali kemudia naik keatas batu dengan menyampaikan niat yang diinginkanya sambil melempar batu ke lautan pasir
Di watu wungkuk prosesinya berbeda yaitu dengan cara membakar kemenyan dibawah batu itu, sambil mengutarakan niat dan memberikan sesaji berupa bunga-bunga, buah-buahan dll. Jika niatnya terkabul pemohon wajib menyanpaikan korbanya ke kawah Gunung Bromo
bromo 15Prosesi kegiatan di Pura Poten pertama kali adalah pembukaan atau ujub yaitu mengayubagyo (memulyakan) paara hadirin. Kemudian para dukun membacakan mantra untuk keselamatan desa. Selanjutya mumunen ujian bagi calon dukun untuk membacakan mantra Kasodo. Yang dapat menghafal mantra-mantra dan setelah mendapat persetujuan para dukun mulai dari brang wetan dan brang kulon. Maka calon dukun itu dinyatakan lulus menjadi dukun. Berikutnya wewerah yakni memberikan penerangan kepada hadirin yang disampaikan dukun tentang riwayat Tengger dan hari raya Kasodo. Tingkah laku yang baik dan petunju tentang kehidupan. Setelah itu menuju ke kawah Gunung Bromo untuk menyampaikan korban (sesaji). Setelah itu selamatan pagi.
Indonesia kaya akan budaya. Dengan mempelajari suku dan budaya suku Tengger atau suku lain akan memberikan banyak nilai positif terhadap diri. Selain kearifan lokal, pengetahuan dan wasasan kita pun semakin luas. kebanyakan orang yang berkunjung ke gunung Bromo (TNBTS) hanya menikmati keindahan panorama alamnya saja, sejarah dan budaya suku daerah lokasi wisata menjadi tidak penting. Padahal tempat wisata alam tidak dapat dipisahkan dari legenda, mitologi dan budaya daerah lokasi wisata tersebut berada. Mari ber-Wisata sehat, berwisata yang tidak hanya menikmati keindahan alamnya saja tetapi juga mempelajari kearifan lokalnya dan menjaga kelestarianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar