Haram Hukum Sholat jama'ah dengan Seorang Wanita Non Mahrom, Lalu Bagaimana Penumpang Pria dan Wanita duduk berdempetan dalam kendaraan angkot atau bus?....
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali dia ditemani mahramnya.” (HR. Al-Bukhari 5233 dan Muslim 1341).Kemudian dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad 177,At- Turmudzi 2165, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).Abu Ishaq as-Syaerozi – ulama syafiiyah – (w. 476 H.) menyatakan,
ويكره أن يصلي الرجل بامرأة أجنبية ; لما روي أن النبي قال : لا يخلون رجل بامرأة فإن ثالثهما الشيطان
Makruh
(tahrim) seorang laki-laki shalat mengimami seorang wanita yang bukan
mahram. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, ”Jangan sampai seorang lelaki
berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya
adalah setan.” (al-Muhadzab, 1/183).Penjelasan an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab,
المراد
بالكراهة كراهة تحريم هذا إذا خلا بها: قال أصحابنا إذا أم الرجل بامرأته
أو محرم له وخلا بها جاز بلا كراهة لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة
وإن أم بأجنبية وخلا بها حرم ذلك عليه وعليها للأحاديث الصحيحة
Yang
dimaksud makruh dari keterangan beliau adalah makruh tahrim (artinya:
haram). Ini jika lelaki itu berduaan dengan seorang perempuan. Para
ulama madzhab Syafii mengatakan, apabila seorang lelaki mengimami
istrinya atau mahramnya, dan berduaan dengannya, hukumnya boleh dan
tidak makruh. Karena boleh berduaan dengan istri atau mahram di luar
shalat. Namun jika dia mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan
dengannya, hukumnya haram bagi lelaki itu dan haram pula bagi si wanita.
(al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/277).Bahkan an-Nawawi juga menyebutkan keterangan dari Imam as-Syafii, bahwa beliau mengharamkan seorang laki-laki sendirian, mengimami jamaah wanita, sementara di antara jamaah itu, tidak ada seorangpun lelaki. Kata an-Nawawi,
ونقل
إمام الحرمين وصاحب العدة.. أن الشافعي نص على أنه يحرم أن يصلي الرجل
بنساء منفردات إلا أن يكون فيهن محرم له أو زوجة وقطع بانه يحرم خلوة رجل
بنسوة إلا أن يكون له فيهن محرم
Imamul Haramain dan penulis kitab
al-Uddah.., bahwa Imam as-Syafii menegaskan, haramnya seorang laki-laki
mengimami jamaah beberapa wanita tanpa lelaki yang lain. Kecuali jika
ada diantara jamaah wanita itu yang menjadi mahram si imam atau
istrinya. Beliau juga menegaskan, bahwa terlarang seorang lelaki berada
sendirian di tengah para wanita, kecuali jika di antara mereka ada
wanita mahram lelaki itu. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/278).Mengapa Diharamkan?
Sekalipun dalam kondisi ibadah, kita diperintahkan untuk menghindari segala bentuk fitnah. Tak terkecuali fitnah syahwat.
Dalam Syarh Zadul Mustaqni’, Syaikh as-Syinqithy menjelaskan,
وإذا
خلا بأجنبية فإنه منهي عن هذه الخلوة لقوله عليه الصلاة والسلام: ما خلا
رجلٌ بامرأة إلا كان الشيطان ثالثهما، وقال: (ألا لا يخلون رجلٌ بامرأة)
فهذا نهي، قالوا: وبناءً على ذلك لا يصلي الرجل الأجنبي بالمرأة الأجنبية
على خلوة؛ لأنه قد يخرج عن مقصود الصلاة إلى الفتنة
Apabila seseorang berdua-duaan dengan seorang wanita yang bukan mahram, hukumnya terlarang. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
’Jika seorang lelaki berduaan dengan wanita, maka setan yang
ketiganya.’ Beliau juga bersabda, ’Janganlah seorang lelaki berduaan
dengan seorang wanita.’ Ini larangan. Para ulama mengatakan, berdasarkan
hal ini, tidak boleh seorang lelaki mengimami shalat dengan wanita yang
bukan mahram, secara berdua-duaan. Karena bisa jadi keluar dari tujuan
utama yaitu shalat, menjadi sumber fitnah syahwat. (Syarh Zadul
Mustaqni’, 3/149).Hal yang sama juga disampaikan Imam Ibnu Utsaimin,
إذا خَلا بها فإنَّه يحرُمُ عليه أن يَؤمَّها ؛ لأنَّ ما أفضى إلى المُحَرَّمِ فهو محرَّمٌ
Apabila
seorang lelaki berduaan dengan wanita yang bukan mahram, maka haram
baginya untuk menjadi imam bagi wanita itu. Karena segala yang bisa
mengantarkan kepada yang haram, hukumnya haram. (as-Syarh al-Mumthi’,
4/251).Kesimpulan:
- Landasan Imam as-Syafii menilai haram model jamaah semacam ini adalah hadis larangan berdua-dua-an dengan wanita yang BUKAN MAHRAM.
- Yang dihukumi haram adalah kondisi berdua-duaan, yang itu terlarang secara syariat. Jika terjadi jamaah 2 orang lelaki dan perempuan, namun tidak berdua-an, karena di sekitarnya ada beberapa orang yang juga berada di masjid, tidak masalah.
- Jika seseorang hendak berjamaah dengan wanita, dia bisa kondisikan, jangan sampai terjadi seperti yang disebutkan dalam artikel. Jika tidak memungkinkan, maka bisa shalat bergantian.
- Mengingatkan kesalahan yang dilakukan masyarakat, bagian dari amar makruf nahi munkar. Selama ada landasannya, itu dibenarkan, sekalipun orang bodoh menolaknya
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)dengan editing dari AHSI
Komentar AHSI
Shalat Jama’ah bagi Wanita Tidaklah Wajib
Shalat jama’ah tidaklah wajib bagi wanita dan ini berdasarkan kesepatakan para ulama kaum muslimin. Akan tetapi shalat jama’ah tetap dibolehkan bagi wanita –secara global- menurut mayoritas para ulama. Syaikh Sholeh Al Fauzan –hafizhohullah- ketika ditanya apakah wanita wajib mengerjakan shalat secara jama’ah setiap melaksanakan shalat fardhu?
Beliau –hafizhohullah- menjawab, “Wanita tidak wajib melaksanakan shalat secara berjama’ah. Shalat jama’ah hanya wajib bagi laki-laki. Adapun para wanita, mereka tidak wajib mengerjakan shalat secara berjama’ah. Akan tetapi boleh atau mungkin dianjurkan bagi mereka melaksanakan shalat secara jama’ah dengan imam di antara mereka (para wanita). Namun sebagaimana yang kami katakan bahwa imam mereka berdiri di antara shaf yang ada (bukan maju ke depan)” (Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 103, Dar Ibnul Haitsam)
Shalat Jama’ah Wanita Bersama Wanita Lainnya
Ini dibolehkan berdasarkan tiga alasan: 1. Berdasarkan keumuman hadits yang menceritakan keutamaan shalat jama’ah. Dan asalnya, wanita memiliki hukum yang sama dengan laki-laki sampai ada dalil yang membedakannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما النساء شقائق الرجال
“Wanita adalah bagian dari pria.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Maksudnya adalah shalat jama’ah bersama wanita tetap dibolehkan sebagaimana pria berjama’ah dengan sesama pria.2. Tidak ada larangan mengenai shalat wanita bersama wanita lainnya.
3. Hal ini juga pernah dilakukan oleh beberapa sahabat wanita seperti Ummu Salamah dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma. (Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik, 509) Dari Roithoh Al Hanafiyah, dia mengatakan:
أن عائشة أمتهن وقامت بينهن في صلاة مكتوبة
“’Aisyah dulu pernah mengimami para wanita dan beliau berdiri (sejajar) dengan mereka ketika melaksanakan shalat wajib.” (HR. ‘Abdur Rozak, Ad Daruquthniy, Al Hakim dan Al Baihaqi. An Nawawi mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Namun
hadits ini dilemahkan/ didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani, namun dia
memiliki penguat dari hadits Hujairoh binti Husain. Lihat Tamamul Minnah, hal. 154) Begitu juga hal yang sama dilakukan oleh Ummu Salamah. Dari Hujairoh binti Husain, dia mengatakan:
أمتنا أم سلمة في صلاة العصر قامت بيننا
“Ummu Salamah pernah mengimami kami (para wanita) ketika shalat Ashar dan beliau berdiri di tengah-tengah kami.” (HR.
Abdur Rozak, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi. Riwayat ini memiliki penguat
dari riwayat lainnya dari jalur Qotadah dari Ummul Hasan)Ummul Hasan juga pernah melihat Ummu Salamah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengimami para wanita (dan Ummu Salamah berdiri) di shaf mereka. (Atsar ini adalah atsar yang bisa diamalkan sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, hal. 504) Ada pula ulama yang menganjurkan shalat jama’ah bagi wanita dengan sesama mereka berdasarkan hadits dalam riwayat Abu Daud dalam Bab “Wanita sebagai imam”,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَزُورُهَا فِى بَيْتِهَا وَجَعَلَ
لَهَا مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ لَهَا وَأَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ
دَارِهَا. قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَأَنَا رَأَيْتُ مُؤَذِّنَهَا شَيْخًا
كَبِيرًا.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengunjungi Ummu Waroqoh di rumahnya. Dan beliau memerintahkan seseorang
untuk adzan. Lalu beliau memerintah Ummu Waroqoh untuk mengimami para
wanita di rumah tersebut.” ‘Abdurrahman (bin Khollad) mengatakan bahwa yang mengumandangkan adzan tersebut adalah seorang pria tua.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)Lebih Baik Wanita Sholat di Rumah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar